Rabies
adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat
zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia
melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit
anjing gila.
Etimologi
Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas
yang artinya melakukan kekerasan/kejahatan. Dalam bahasa
Yunani, rabies
disebut Lyssa atau Lytaa yang artinya kegilaan. Dalam bahasa Jerman, rabies disebut tollwut
yang berasal dari bahasa Indojerman Dhvar
yang artinya merusak dan wut
yang artinya marah. Dalam bahasa
Prancis, rabies
disebut rage berasal dari kata
benda robere yang artinya
menjadi gila.
Sejarah
Rabies bukanlah penyakit baru dalam
sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang
tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4000 tahun lalu serta
pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM. Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik
gejala penyakit yang menyerupai rabies.
“
|
”
|
Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid adalah orang-orang yang pernah
menyinggung karakteristik rabies dalam tulisan-tulisannya. Celsius, seorang dokter di zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan anjing, di tahun
100 Masehi. Cardanus, seorang penulis zaman Romawi menjelaskan sifat infeksi yang ada di air liur anjing yang terkena rabies. Pada
penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan rabies sebagai racun, yang mana adalah kata Latin bagi virus. Pliny dan Ovid adalah orang yang pertama
menjelaskan penyebab lain dari rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog tongue worm). Untuk mencegah rabies di masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung "cacing" dipotong. Anggapan tersebut
bertahan sampai abad 19, ketika akhirnya Louis
Pasteur berhasil
mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang terinfeksi di tahun 1885
Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara modern
pada tahun 1958, yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan antigen rabies pada jaringan.
Penyebab
Rabies disebabkan oleh virus rabies
yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae
dan genus Lysavirus.
Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae
adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus ini
hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies
hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat
menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika
Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika
Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat
rabies yang masih tinggi, Hewan perantara menginfeksi inang
yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat
terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi,
virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya
virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya
kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami
rabies buas/ ganas ataupun rabies jinak/ tenang. Pada rabies buas/ ganas, hewan
yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan
segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian
menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi
mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat
gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta
menunjukkan kegalakan.
Meskipun sangat jarang terjadi,
rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara
yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies
terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup
di tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan
sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.
Manifestasi Klinis
Gejala
rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Masa
inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi
bisa mencapai 9 bulan pada manusia Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka
yang memiliki risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak.
Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka,
garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki.
Gejala sakit yang akan dialami
seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium:
Stadium prodromal
Dalam stadium prodomal sakit yang
timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang
meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya.
Stadium sensoris
Dalam stadium sensori penderita
umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas,
gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.
Stadium eksitasi
Pada stadium eksitasi penderita
menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar
sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat
adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan
pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena
adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air
Stadium paralitik
Pada stadium paralitik setelah
melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini
menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.
Karena durasi penyebaran penyakit
yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan
dengan jelas. Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya
adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada
air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak
adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa
jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.
Diagnosis
Jika seseorang digigit hewan, maka
hewan yang menggigit harus diawasi. Satu-satunya uji yang menghasilkan
keakuratan 100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi
fluoresensi langsung (direct
fluorescent antibody test/ dFAT) pada jaringan otak hewan yang
terinfeksi. Uji ini telah digunakan lebih dari 40 tahun dan dijadikan standar
dalam diagnosis rabies. Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi spesifik yang telah dilabel dengan
senyawa fluoresens yang akan berpendar sehingga memudahkan deteksi Namun,
kelemahannya adalah subjek uji harus disuntik
mati terlebih
dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji serupa tetap
dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita walaupun
tidak memberikan keakuratan 100%. Selain itu, diagnosis dapat juga dilakukan
dengan biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya tidak terlalu
tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali diagnosis post mortem setelah hewan atau
manusia yang terinfeksi meninggal.
Penanganan
Bila terinfeksi rabies, segera cari
pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin
sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk
menyembuhkan penyakit ini. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah
terjadinya gejala pertama.
Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.
Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.
Pencegahan
Pencegahan rabies pada manusia harus
dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila
tidak dapat mematikan (letal).
Langkah-langkah untuk mencegah
rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terkena
gigitan, Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang
yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:
- Dokter hewan.
- Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
- Orang-orang yang menetap atau
tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak
ditemukan
- Para penjelajah gua kelelawar.
Vaksinasi idealnya dapat memberikan
perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar antibodi akan
menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan
dosis booster vaksinasi setiap
3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti anjing
juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus diperhatikan.
Referensi :
0 komentar:
Posting Komentar