SUKU BATAK SIMALUNGUN
Suku
Simalungun atau juga disebut Batak Simalungun adalah salah satu suku
asli dariprovinsi Sumatera Utara, Indonesia,
yang menetap di Kabupaten
Simalungun dan
sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari
daerahIndia Selatan.
Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli
penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih,
Sinaga, dan Purba. Kemudian marga marga
(nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku
"Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di
daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya
Timur karena bertempat di sebelah timur mereka.
Asal-usul
Terdapat berbagai sumber mengenai asal
usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang
Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:
1. Gelombang pertama (Simalungun
Proto ), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam
(India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar,
ke Siam dan Malaka untuk
selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Simalungun
Deutero), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku
asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan
Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari
keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera
Timur ke daerah Aceh, Langkat,
daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat
hingga bergerak ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka
Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal
bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang
wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian
sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga
perbatasan sungai Rokan di Riau.
Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri,
Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya menjadi mayoritas di daerah
Simalungun Atas.
Kehidupan Masyarakat simalungun
Sistem
mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan padi danjagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan
jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli
diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. "Marga" memegang peranan penting dalam soaladat Simalungun. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun
dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh berbeda
Sistem
Politik
Pada masa sebelum Belanda masuk
ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri dari 4 Kerajaan
dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
1.
Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889,
SK No.25)
2.
Panei (Januari 1904, SK No.6)
3.
Dolok Silou
4.
Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh
seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
1.
Raya (Januari 1904, SK No.6)
2.
Purba
3.
Silimakuta
Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah
secara swaparaja. Setelah Belanda datang maka ketiga Partuanan tersebut
dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri sendiri secara sah dan dipersatukan
dalam Onderafdeeling Simalungun.
Tunduknya Kerajaan Siantar kepada Belanda
Dengan Besluit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian
diperkuat lagi dengan Besluit tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja
Siantar Sang Naualuh dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku Raja Siantar
oleh pemerintah Hindia Belanda. Selama menunggu Tuan Kodim dewasa (akil
baligh), pemerintahan kerajaan Siantar dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan
yang terdiri dari Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan
Sidamanik) dan diketuai oleh Kontelir Simalungun.
Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan
Perdana Menterinya Bah Bolak oleh Belanda pada tahun 1906 ke Bengkalis, maka
sudah ratalah kini jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontelir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29 Juli 1907 nomor 254 untuk
membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) yang berisi takluknya
Siantar kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dari isi surat-surat dokumen Belanda
tersirat bahwa diturunkannya Tuan Sang Naualuh dari tahta Siantar dan dibuangnya
ia bersama perdana menterinya ke Bengkalis, adalah terutama karena latar
belakang: Ia bersama hampir seluruh orang-orang besar Kerajaan Siantar adalah
anti penjajahan Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam ke Simalungun
khususnya dan Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.
Pada 16 Oktober 1907 Kerajaan Siantar dinyatakan
tunduk kepada Belanda oleh Tuan Torialam dan Tuan Riah Hata, melalui suatuVerklaring (Surat Ikrar). Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan
Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis:
Ten
eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie
en derhalve staat onder de heerschappij van Nederland.”
(Pertama: bahwa
wilayah Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di
bawah kerajaan Belanda). Selain itu masih ditambahkan pernyataan bahwa akan
setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Referensi
:
Nama : Bryant Varel Purba
Npm : 19111194
Kelas : 2KA43
0 komentar:
Posting Komentar