"KALO berani satu lawan satu"! Itu
ungkapan spontan yang dikeluarkan para remaja sebelum tawuran antar-pelajar,
mahasiswa, bahkan pejabat teras ataupun aksi yang kini marak dikategorikan
sebagai tindakan premanisme. Di antara ungkapan itu, ada persamaan yang jelas
terlihat. Pelaku yang terlibat umumnya kaum adam. Jelas, jika ungkapan itu
sangat lazim diucapkan. Tapi persamaan lainnya, mereka umumnya golongan remaja.
Tapi bagaimana jika pelakunya kaum hawa? Yang menarik dalam kehidupan
sehari-hari tidak jarang mereka mengeluarkan ucapan yang sering dilontarkan
oleh kaum adam, kaum hawa yang konon sering dikategorikan sebagai kaum yang
lemah!
Sebenarnya itu bukan hal baru . bahkan
diantara banyak kasus Penganiayaan itu lebih beken disebut salah satu tindakan
penggencetan. Penggencetan itu sendiri tidak hanya dilakukan dengan kontak
fisik, tapi bisa hanya dengan teguran keras, atau teror lewat sms atau media
lainnya.
Tidak bisa dipungkiri, hal itu sudah
menjadi tradisi dari senior kepada junior yang dilakukan karena banyak alasan.
Mulai dari alasan yang jelas sampai alasan yang lucunya tidak disebutkan si
senior sampai kapanpun! Ya.. seperti tayangan di sinetron remaja yang lagi “in”
sekarang ini!
Perkelahian yang melibatkan pelajar usia
remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal
perkelahian, dapat digolongkan ke dalam dua jenis delikuensi, yaitu situasional
dan sistematik.
Pada delikuensi situsional, perkelahian
terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi.
Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu
berada dalam satu geng atau organisasi. Di sini ada norma, aturan, dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggota termasuk berkelahi.
Sebagai anggota mereka bangga melakukan
apa yang diharapkan. Kejadian itu berkaitan dengan emosinya yang dikenal dengan
masa strom dan stress. Dipengaruhi lingkungan tempat tinggal, keluarga, dan
teman sebaya serta semua kegiatan sehari-hari.
Berikut ini merupakan langkah untuk mengendalikan hal tersebut
Memotivasi diri
Goleman (1997) mengatakan, koordinasi
suasana hati inti dari hubungan sosial yang baik. Seorang yang pandai
menyesuaikan diri atau dapat berempati, ia memiliki tingkat emosionalitas yang
baik. Kecerdasan emosional lebih untuk memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur
keadaan jiwa.
Lima wilayah kecerdasan emosional
sebagai pedoman setiap individu, untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan
sehari-hari. Yakni mengenali emosi, kesadaran
diri dalam mengenali perasaan ketika perasaan itu terjadi sebagai dasar
kecerdasan emosi, sehingga kita bisa peka pada perasaan sesungguhnya dan tepat
dalam pengambilan keputusan masalah.
Mengelola emosi
Berarti menangani perasaan agar perasaan
terungkap dengan tepat memotivasi diri mengenali emosi orang lain empati atau
mengenal emosi orang lain, dibangun berdasar pada kesadaran diri. Orang yang
tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosi sendiri, dapat dipastikan tidak akan
mampu menghormati perasaan orang lain.
Membina hubungan
dengan orang lain
Sebagai makluk sosial, individu
dituntut dapat menyelesaikan masalah dan mampu menampilkan diri, sesuai aturan
yang berlaku. Karena itu remaja agar memahami dan mengembangkan keterampilan
sosialnya.
Kegagalan remaja dalam menguasai
keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari
pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun
anti-sosial). Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa,
kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Beberapa aspek yang menuntut
keterampilan sosial (dalam Davis dan Forsythe, 1984). Yaitu keluarga, hal yang
paling penting diperhatikan orang tua, menciptakan suasana demokratis dalam
keluarga. Sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua
dan saudara.
Lingkungan, pengenalan lingkungan lebih
luas dari keluarga. Kepribadian, diberikan penanaman sejak dini, nilai-nilai
yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal fisik
seperti materi dan penampilan. Rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis,
pendidikan, persahabatan dan solidaritas kelompok.
Remaja diajarkan lebih memahami diri
sendiri (kelebihan dan kekurangannya), agar ia mampu mengendalikan dirinya.
Sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif, dibiasakan untuk menerima
orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya.
Dengan cara itu remaja tidak akan terkejut menerima
kritik atau umpan balik dari sekitar, mudah bersosialisasi, memiliki
solidaritas tinggi, diterima di lingkungan lain. Sehingga akan mampu membantu
menemukan dirinya sendiri dan mampu berperilaku sesuai norma yang berlaku. dan akan mengurangi dampak-dampak yang terjadi di dunia pendidikan saat ini, yang membutuhkan banyak perhatian.
Referensi
:
http://wisnuardiansyah.wordpress.com/2011/04/20/perilaku-remaja-zaman-sekarang/Nama : Bryant Varel Purba
Npm : 19111194
Kelas : 2KA43
0 komentar:
Posting Komentar