KOPERASI SIMPAN PINJAM DI INDONESIA

on Selasa, 16 Oktober 2012

Koperasi Simpan Pinjam oleh Thomas Timberg, Partnership for Economic Growth” Koperasi simpan-pinjam adalah koperasi yang secara khusus menerima tabungan dan memberikan pinjaman kepada para anggotanya. Koperasi ini dibedakan dari koperasi lainnya, misalnya koperasi kredit (kredit pertanian) yang memberikan pinjaman menggunakan dana yang berasal dari lembaga keuangan lain, tidak menggunakan dana dari anggota. Koperasi simpan pinjam dimulai di negara Jerman pada pertengahan abad 19. Tujuan dari koperasi kredit (credit union) untuk mengembangkan sikap hidup hemat diantara orang miskin serta menyelamatkan mereka dari para rentenir. Bahkan untuk saat ini  credit union melayani nasabah yang tidak pernah disentuh oleh lembaga keuangan yang lain. Dua gerakan koperasi yang dimulai oleh Delitsch dan Raffeisen, meski berbeda ideologi, namun mempunyai fungsi yang sama. Keadaan koperasi simpan pinjam di Indonesia cukup sulit. Meski banyak koperasi dalam posisi kuat dan menguntungkan, namun lebih banyak lagi yang berada dalam  kondisi lemah dan sangat tergantung dana pemerintah. Untuk menuju keadaan yang lebih baik mungkin diperlukan pengawasan yang lebih ketat serta membentuk asuransi deposan. Namun kecenderungan yang terjadi sebaliknya, dengan adanya otonomi daerah, banyak koperasi simpan pinjam yang tidak lagi melaporkan kegiatan mereka dan tidak ada mekanisme yang bisa memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut. Kami mengetahui bahwa saat ini ada rencana agar koperasi simpan-pinjam memberikan laporan secara teratur, setidaknya bagi mereka yang telah atau ingin menerima dana dari pemerintah.
Terdapat 2 kelompok besar koperasi simpan pinjam, yaitu Credit Union dan Baitul Malwa Tamwil (BMT) yang melakukan kegiatannya di luar kerangka peraturan yang ada. Kini mereka sedang mengadakan perubahan dan ada peluang besar untuk Koperasi Simpan-Pinjam. Hal diatas terjadi karena adanya bias terhadap bank kecil local, meningkatnya persyaratan permodalan bagi BPR (Bank Perkreditan Rakyat) sehingga membuka peluang yang besar bagi koperasi simpan pinjam sebagai lembaga penyimpan dana dengan citra yang baik dan hati-hati. Bank Rakyat Indonesia beserta bank-bank lain terus melakukan ekspansi di pasar ini dengan unit desanya. Namun bank-bank tersebut hanya mampu melayani sebagian kecil pasar saja. BPR dan LDKP (Lembaga Daerah Keuangan Pedesaan) sebenarnya memiliki kesempatan yang baik, namun mereka memiliki keterbatasan karena tingginya struktur biaya. Koperasi simpan pinjam dapat menjaga biaya tetap rendah untuk kredit-kredit kecil sehingga mereka mampu bersaing di pasar secara efektif. Jika mereka dapat terus mengembangkan usahanya dengan baik seharusnya mereka mampu untuk menarik dana para penyumbang dengan memberikan suku bunga uang yang menarik.
Ada beberapa pertanyan yang menarik dan penting. Situasi koperasi tidak jelas, karena kurangnya laporan dan pengawasan. Kami tidak mengetahui bagaimana keadaaan sesungguhnya mengenai koperasi simpan pinjam di Indonesia. Suatu usaha yang telah kami lakukan untuk satu propinsi tertentu menunjukkan bahwa ada kemungkinan proporsi koperasi yang dilaporkan lebih kecil beberapa persen dari kondisi yang sebenarnya. Sebuah studi terakhir yang dilakukan oleh GTZ (Jerman bantu teknis) memperlihatkan beberapa indikator. Studi tersebut berjudul “Sektor Koperasi dan Keuangan Mikro”. Keuangan mikro, berhubungan khusus dengan koperasi Swamitra yang terkait dengan bank Bukopin serta TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam), suatu bentuk yang serupa dengan koperasinya Bank Rakyat Indonesia. Artikel tersebut merangkum kondisi dari aspek hukum dan perundangundangan. Inti dari penemuan dalam artikel tersebut adalah sebagai berikut: “Sektor koperasi di Indonesia merupakan sub-sistem Keuangan Mikro yang paling buruk administrasinya, kurangnya pegawasan serta kepercayaan terhadap laporan yang diberikan merupakan kelemahan yang sangat mendasar. Data yang tersedia bukanlah data yang up-to-date dan tidak dapat dijadikan pegangan untuk melakukan analisa.”
Materi yang lebih terperinci diberikan untuk Nusa Tenggara Barat. Proporsi kegiatan yang didanai dari deposito hanya sebagian kecil saja, dibandingkan dengan daerah lain. Namun secara keselurahan normal. Laporan tersebut menyimpulkan: “Peraturan baru tentang koperasi menyebabkan meningkatnya peluang bagi koperasi untuk berkembang dan berdikari. Terdapat ketentuan mengenai pengawasan dan keuangan yang sehat sehingga dapat mendorong perkembangan koperasi yang lebih baik lagi. Namun demikian, terdapat sejumlah masalah yang sangat penting yaitu mewujudkan peraturan tersebut ke tataran praktis. “Hal penting lainnya adalah sejumlah peraturan yang ada tidak terwujud dalam praktek dan yang lebih penting lagi kantor wilayah menteri koperasi setempat tidak dapat melaksanakannya secara efektif. Sanksi berupa pencabutan izin usaha merupakan tindakan yang tidak biasa kepada koperasi simpan-pinjam yang bermasalah. Meski koperasi tidak memberikan laporan sesuai jadwal yang ditemukan, tidak ada tindakan yang diambil oleh kantor Manteri Koperasi mengenai hal tersebut. Kelemahan utama dari sistem koperasi adalah tidak adanya pengawasan dan penegakkan hukum.




Nama   : Bryant Varel Purba

N p m  : 19111194

Kelas   : 2KA43

0 komentar:

Posting Komentar

Followers