Daftar 11 Aturan Pajak Baru

on Kamis, 20 Juni 2013


Jakarta - Selama Agustus 2012 lalu, setidaknya ada 11 aturan baru perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lewat Menteri Keuangan Dirjen Pajak. Apa saja?

Berikut daftar 11 aturan pajak tersebut: 

1. Batasan Rumah Sederhana direvisi kembali. Jika sebelumnya yang dikategorikan sebagai rumah sederhana adalah rumah yang harga jual tidak melebihi Rp 70 Juta. Namun sejak 3 Agustus 2012, pemerintah merevisi batasan harga jual berdasarkan wilayah, yaitu :
a. Rp 88 Juta, untuk wilayah Sumatera, Jawa dan Sulawesi, tidak termasuk Batam, Bintan, Karimun, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
b. Rp 95 Juta, untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bali, Batam, Bintan, Karimun, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. 
c. Rp 145 Juta, untuk wilayah Papua dan Papua Barat

(Permenkeu No.PER-125/PMK.011/2012 tanggal 3 Agustus 2012)

2. Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak (KLU) telah berubah per 1 Agustus 2012. Maka dalam Lampiran Induk SPT Masa PPN untuk masa pajak mulai bulan Agustus 2012, KLUnya disesuaikan dengan KLU yang baru. (Kepdirjen No. KEP-233/PJ./2012 tanggal 1 Agustus 2012)

3.Sejak 1 Juli 2012, BUMN kembali ditunjuk sebagai pemungut PPN. Namun BUMD tidak ditunjuk kembali sebagai pemungut PPN. Sebagai badan pemungut, BUMN wajib memungut PPN dan PPnBM pada saat : 
a. penyerahan BKP/JKP 
b. penerimaan pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP 
c. penerimaan pembayaran termin. Sementara kewajiban pemungutan PPN bagi BUMD baru terjadi pada saat penagihan. 
(Permenkeu No. 85/PMK.03/2012 tanggal 6 Juni 2012)

4. BUMN sebagai badan pemungut, wajib melaporkannya transaksinya ke KPP BUMN dengan menggunakan SPT Masa PPN dilampiri dengan Daftar Nominatif FP dan SSP sesuai dengan fotmat dan bentuk yang tercantum dalam ketentuan ini. 
(PerMenkeu No. 136/PMK. 03/2012 Tanggal 16 Agustus 2012) 

5. Mulai 2 Juli 2012, WP Badan yang akan menyampaikan e-SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 dan seterusnya, menggunakan aplikasi e-SPT yang terbaru, yaitu aplikasi 'e-SPT Tahunan PPh Tahun 2011', tidak boleh lagi menggunakan aplikasi sebelumnya 'e-SPT Tahunan PPh Tahun 2009'. 
(Perdirjen No.PER-16/PJ./2012 tanggal 2 Juli 2012)

6. Benchmark Behavioral Model (BBM) adalah metodologi baru yang dikembangkan DJP dari metode sebelumnya yaitu Total Benchmarking. BBM ini akan digunakan DJP sebagai petunjuk kegiatan penggalian potensi WP Badan. 
(Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-40/PJ./2012 tanggal 16 Agustus 2012) 

7. Tanpa ada permohonan dari WP, Kepala kanwil dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi PBB dan mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKP PBB atau STP PBB yang tidak benar, secara jabatan. 
(Perdirjen No.PER-17/PJ./2012 tanggal 6 Agustus 2012)

8. Mulai 7 Agustus 2012, syarat bagi WP yang mengajukan permohonan penghentian penyidikan tindak pidana pajak adalah surat pengakuan bersalah dan bukti penyerahan jaminan pelunasan dalam bentuk escrow account. Total yang harus dibayar menjadi sebesar 5x lipat utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan. 
(Permenekeu No. 129/PMK.03/2012 tanggal 7 Agustus 2012)

9. Bagi WP yang memiliki NPWP Ganda, Dirjen Pajak dapat melakukan penghapusan NPWP secara jabatan, sehingga menjadi 1 NPWP yang aktif. Namun penghapusan ini, tidak menghapus utang pajak yang melekat pada NPWP yang dihapus tersebut. 
(Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-36/PJ./2012 tanggal 2 Juli 2012)

10. Tiga Kanwil yang direncanakan memberikan kontribusi penerimaan pajak terbesar dalam tahun anggaran 2012, adalah dari kanwil WP besar, Kanwil Jakarta Khusus dan Kanwil Jakarta Selatan. 
(Kepdirjen Pajak No.KEP-253/PJ./2012 tanggal 16 Agustus 2012)

11. Pembelian avtur untuk penerbangan international tidak terutang PPN, namun jika dipindahtangankan avtur bebas PPN yang sudah dibeli maskapai penerbangan kepada pihak lain, maka PPN terutang yang tidak dipungut wajib dibayar dalam jangka waktu 30 hari kalender terhitung sejak tanggal pengalihan. Jika tidak, Dirjen apakan menerbitkan SKPKB ditambah sanksi. 
(PP No. 71 Tahun 2012 tanggal 13 Agustus 2012)

Pajak Jual-Beli Rumah/Tanah Untuk Orang Tak Kena Pajak



Jakarta - Pertanyaan: Saya ingin bertanya seputar pajak penjualan rumah. Orang tua saya sedang menjual rumah mereka dan mereka diminta untuk membayar PPh sebesar Rp 7 jutaan sedangkan pihak pembeli tidak diminta, karena setahu saya ada juga perhitungan untuk pembeli. Dan juga orangtua saya tidak mempunyai NPWP (karena penghasilan mereka di bawah PTKP).
1. Haruskah orangtua saya membayar PPh jika mereka tidak kena pajak? Jika harus kena, berapa persentase yang harus dibayar orangtua saya? Dan bagaimana perhitunganya jika harga rumah mereka Rp 170 juta?
2. Jika kena pajak (PPN) berapa jumlah yang harus dibayarkan kepada negara?

Jawaban:

Atas pertanyaan dari Ibu mengenai kewajiban orang tua Ibu untuk membayar PPh Penghasilan dan PPN atas penjualan rumah di mana orangtua Ibu tidak memiliki NPWP, berikut adalah penjelasan kami :

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2(d) disebutkan bahwa penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak bersifat final.

Atas penghasilan yang diterima dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 tahun 1994 mengenai Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 2 ayat 1 yang kemudian disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2008.

Sehubungan dengan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dengan menggunakan SSP atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2008, bahwa wajib dicantumkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) yang dimiliki Wajib Pajak yang bersangkutan kecuali SSP yang digunakan untuk pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan jumlah pajak yang harus dibayar kurang dari Rp 3.000.000.

Adapun yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PajakPenghasilan dari pengalihan atas tanah dan/atau bangunan adalah:
a. Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah;
c. Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
d. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan.

Berdasarkan peraturan yang telah disebutkan di atas maka:
Sebaiknya orangtua anda mendaftarkan diri terlebih dahulu di Kantor Pelayanan Pajak domisili untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak. Setelah NPWP diperoleh, maka wajib untuk membayarkan PPh Final 4 ayat 2 pengalihan atas tanah dan/atau bangunan ke Kas Negara. Atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bersifat final maka orang tua Ibu wajib untuk melaporkan di dalam SPT Tahunan Orang Pribadi (SPT 1770 atau 1770S) yang jatuh tempo tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Untuk nilai transaksi penjualan rumah sebesar Rp 170.000.000 maka PPh Penghasilan yang harus dibayarkan ke Kas Negara adalah 5% x Rp 170.000.000 = Rp 8.500.000 Atas penjualan rumah tersebut tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Sumber : http://finance.detik.com/read/2012/09/25/115035/2034692/691/pajak-jual-beli-rumah-tanah-untuk-orang-tak-kena-pajak?

10 Tips Menghadapi Petugas Sensus Pajak





Jakarta - Sensus Pajak Nasional masih akan terus berlanjut hingga akhir 2012. Program berskala nasional ini merupakan salah satu program penggalian potensi perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak. 

Dalam mengumpulkan data perpajakan melalui SPN, Direktorat Jenderal Pajak melakukan pendekatan sensus pada lokasi objek bangunan atau lokasi usaha dimana Subjek Pajak berusaha. Jadi bisa saja dalam pelaksanaan sensus ini, satu orang subjek pajak disensus beberapa kali karena memiliki lokasi usaha atau tempat tinggal di beberapa daerah yang berbeda. 

Berikut 10 tips bagi wajib pajak agar siap menghadapi petugas sensus:

1.Menunjukkan data atau dokumen seperti :



  • KTP atau kartu identitas lain seperti Paspor/KITAS;
  • Kartu NPWP;
  • Surat Pengukuhan PKP (bila ada);
  • Kartu/Nomor Pelanggan PLN
  • SPT Tahunan PPh (hanya perlu mengingat tahun terakhir penyampaian SPT)
  • SPPT PBB
  • Nama dan identitas pemilik bangunan lokasi sensus, apabila status responden sebagai pihak yang menyewa bangunan tersebut)
  • Data gross income perbulan atas seluruh penghasilan yang diterima responden

2. Petugas sensus selalu dilengkapi dengan Surat Tugas yang diterbitkan oleh Kepala KPP daerah setempat dan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan SPN. Mintalah untuk diperlihatkan Surat Tugasnya.

3. Petugas sensus selalu mengenakan rompi dan topi yang bertuliskan sensus pajak nasional, tanda pengenal (name tag).

4. Dalam satu tim sensus pajak pasti ada orang dari Pegawai Negeri Sipil DJP dan memiliki tanda pengenal dari DJP.

5. Apabila masih meragukan tim sensus tersebut, maka segera telepon ke KPP daerah setempat atau ke Kring Pajak 500200. 

6. Pertanyaan yang diajukan oleh petugas sensus hanya sebatas yang ada dalam Formulir Isian Sensus (FIS-DJP.01) dan tidak akan lebih dari itu.

7. Jangan sekali-kali meberikan fotokopi dokumen yang diminta, karena petugas sensus hanya bertugas mewawancara dan mengumpulkan data dari hasil wawancara. Tidak ada data fisik yang harus dikumpulkan petugas sensus.

8. Hasil wawancara akan dituangkan dalam FIS, setelah selesai wawancara, responden diminta untuk menandatangani FIS. Sebelum menandatangani, telitilah kembali apakah isian dalam FIS telah sesuai dengan hasil wawancara.

9. Petugas sensus dibekali dengan stiker SPN, setelah sensus selesai, mereka akan menempelkan stiker ini sebagai tanda telah dilakukan Sensus.

10. Hati-hati terhadap penipuan yang berkedok Sensus Pajak dan petugas pajak palsu yang meminta uang dari para Wajib Pajak, karena SPN ini tidak dipungut biaya, dan tidak dimaksudkan untuk ‘memeriksa dan menghitung Pajak sebenarnya’ dari Wajib Pajak.

Target dari SPN adalah semakin banyaknya penduduk Indonesia yang menyerahkan SPT PPh. Jadi bukan hanya dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memiliki NPWP, karena ternyata orang yang memiliki NPWP belum tentu mengisi SPT. 

Jika hanya mengejar banyaknya penduduk yang memiliki NPWP, belum tentu dapat meningkatkan penerimaan. 

Dasar hukum:



  • Pengumuman No. PENG - 11/PJ.09/2011, 29 Oktober 2011
  • Keputusan Dirjen Pajak No. KEP - 239/PJ/2011, 29 September 2011
  • Peraturan Dirjen Pajak No. PER - 30/PJ/2011, 27 September 2011
  • Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE - 75/PJ/2011, 27 September 2011
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 149/PMK.03/2011, 12 September 2011
  • Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK.03/2011, 12 September 2011
  • Surat Dirjen Pajak No. S - 249/PJ/2011, 14 Oktober 2011.

Divisi R&D PB Taxand

Sumber : http://finance.detik.com/read/2012/01/11/080338/1812193/693/10-tips-menghadapi-petugas-sensus-pajak?

Anda Seorang Agen Asuransi? Ini Cara Menghitung Pajak Anda



Jakarta - Pertanyaan:
Apabila suami saya seorang agen asuransi dengan penghasilan kotor per tahun sekitar Rp 1,3 miliar. Bagaimana dengan laporan pajaknya? Selama ini saya menggunakan norma dalam perhitungan pajaknya. Untuk pasangan yang sama-sama agen asuransi dengan penghasilan per tahun Rp 250 juta apakah lebih baik buat NPWP sendiri atau gabung?

Terimakasih

Salam, 
Vivi

Jawaban :
Sehubungan dengan pertanyaan dari Ibu Vivi berikut adalah pendapat dari kami : 
a. Agen/petugas dinas luar asuransi adalah termasuk dalam kategori wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas sepanjang tidak berstatus sebagai pegawai dari perusahaan asuransi terkait. 
b. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto dengan syarat omzet dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4,8 miliar dan memberitahukan kepada Pihak Direktur Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
c. Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi agen asuransi sebagaimana diatur dalam KEP-536/PJ/2009 termasuk dalam klasifikasi "Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya" dengan persentase 50% untuk ibukota provinsi dan 47,5% untuk kota provinsi lainnya.
d. Berdasarkan hal di atas, maka apabila suami ibu adalah agen asuransi dengan penghasilan sekitar Rp 1,3 miliar setahun dan bukan berstatus sebagai pegawai pada perusahaan asuransi tersebut, maka dapat menggunakan norma dalam menghitung penghasilan neto untuk perhitungan pajak penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
e. Bagaimana apabila istri juga mendapat penghasilan sebagai agen asuransi? Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga (istri ikut NPWP Suami). Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai pajak sebagai satu kesatuan. 

Namun istri dapat menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (istri mempunyai NPWP sendiri), maka perhitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-istri dan masing-masing memikul beban pajak sebanding dengan penghasilan neto serta melaporkan serta membayar pajak penghasilan sendiri-sendiri.

Contoh : 
Si A ber-NPWP memperoleh penghasilan neto sebagai agen asuransi sebesar Rp 100.000.000, mempunyai istri ber-NPWP dan memperoleh penghasilan neto sebagai agen asuransi Rp 150.000.000. Pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah Rp 27.550.000, maka untuk masing-masing suami dan istri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut : 

Suami: (Rp 100.000.000 dibagi Rp 250.000.000) x Rp 27.550.000 = Rp 11.020.000

Istri: (Rp 150.000.000 dibagi Rp 250.000.000) x Rp 27.550.000 = Rp 16.530.000 +

Maka total keseluruhan adalah Rp 27.550.000

Dari perhitungan di atas dapat dilihat, tidak ada pebedaan jumlah pajak penghasilan yang dibayar apabila NPWP gabung suami atau istri memilih mempunyai NPWP sendiri yaitu Rp 27.550.000. Namun dilihat dari sisi administrasi akan lebih baik apabila NPWP digabung dengan suami karena istri tidak perlu lagi untuk menyusun dan melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang Pribadi, cukup suami saja yang melaporkan. 

Sumber : http://finance.detik.com/read/2013/04/15/131722/2220467/690/anda-seorang-agen-asuransi-ini-cara-menghitung-pajak-anda?

Followers