RAJA SISINGAMANGARAJA XII
Ketika Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi
Raja Batak, waktu itu umurnya baru 19 tahun. Sampai pada tahun 1886, hampir
seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih
berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja
XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit
berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang
“terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal
anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Belanda
pada waktu itu masih mengakui Tanah Batak sebagai “De Onafhankelijke
Bataklandan” Daerah Batak yang tidak tergantung pada Belanda.
Tahun 1837,
kolonialis Belanda memadamkan “Perang Paderi” dan melapangkan jalan bagi
pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan. Minangkabau jatuh ke
tangan Belanda, menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun, Padang Bolak,
Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak
tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang
telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut “Residentie
Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan seorang Residen berkedudukan di Sibolga
yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang. Sedangkan
bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran,
Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan tetap
diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke
Bataklandan’.
Pada tahun 1873,
Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-pantai
Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII berkuasa, masih
belum dijajah Belanda. Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876,
Belanda mengumumkan “Regerings” Besluit Tahun 1876” yang menyatakan daerah
Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus
tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di Tanah Batak bagian Utara
menjadi panas.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menganeksasi tanah-tanah Batak.
Raja
Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda
mulai mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi
Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain. Raja Sisingamangaraja XII cepat
bertindak, Beliau segera mengambil langkah-langkah konsolidasi. Raja-raja Batak
lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar
Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga
keputusan sebagai berikut :
1.
Menyatakan perang terhadap Belanda
2.
Zending Agama tidak diganggu
3.
Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari
peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat garang,
mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula,
Sisingamangaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII
di zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan suku-suku
lainnya.
Tahun 1877,
mulailah perang Batak yang terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun lamanya. Dimulai
di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa, 30
tahun. Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang
pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda
yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan markas besar
Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan berhasil
dihempang. Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan
Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah Toba,
untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara. Tahun 1882, hampir
seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap
dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima
Ompu Partahan Bosi Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah
Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan
penembak-penembak meriam.
Tahun 1883,
seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Sisingamangaraja XII, kini
giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang dijadikan pasukan Belanda
yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di Pantai Sibolga. Juga
dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja
Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta
Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII
dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya
sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang
melaju menuju Balige. Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883,
Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Sisingamangaraja XII
beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di hampir
seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan
yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII. Namun pada tanggal 12
Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Sisingamangaraja XII
berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII mengundurkan diri
ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut
Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Pada waktu
itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah Batak. Suatu alamat
buruk seakan-akan datang. Sebelum peristiwa ini, pada situasi yang kritis,
Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front
perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun, demi
koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda.
Dalam gerak
perjuangannya itu banyak sekali kisah tentang kesaktian Raja Sisingamangaraja
XII. Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi
Belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala
bantuan dari Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh. Barisan Marsuse juga
didatangkan bahkan para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan peluru
dan tameng pasukan Belanda. Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan
untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri
dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini
dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun
terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar,
sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta,
Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima
Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh
Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling
Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.
Tahun 1890,
Belanda membentuk pasukan khusus Marsose untuk menyerang Sisingamangaraja XII.
Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil di Aceh.
Tahun 1903,
Panglima Polim menghentikan perlawanan. Tetapi di Gayo, dimana Raja
Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit. Masuklah
pasukan Belanda dari Gayo Alas menyerang Sisingamangaraja XII.
Tahun 1907,
pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung
Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia
bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja
XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja
XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang
Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri
Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di
pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di
perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah
Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel.
Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi
serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII yang kebal peluru tewas
kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya.
Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan,
sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan
dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan.
Demikianlah,
tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah
ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama 30 tahun,
selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan
kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara. Itulah
yang dinamakan “Semangat Juang Sisingamangaraja XII”, yang perlu diwarisi
seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda. Sisingamangaraja XII
benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk kesenangan
pribadi.
Sebelum Beliau
gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian kepada Raja
Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Patriotismenya
digoda berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan.
Asal saja bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan dijadikan Raja
Tanah Batak asal mau berdamai. Gubernur Belanda Van Daalen yang memberi tawaran
itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan Raja Sisingamangaraja
XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk ke pangkuan kolonial
Belanda, dan akan diberikan kedudukan dengan kesenangan yang besar, asal saja
mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII tegas menolak. Ia berpendirian,
lebih baik berkalang tanah daripada hidup di peraduan penjajah.
Raja
Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907, tetapi pengorbanannya
tidaklah sia-sia. Dan dalam 38 tahun kemudian, penjajah betul-betul angkat kaki
dari Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan
Sukarno-Hatta. Kini Sisingamangaraja XII telah menjadi sejarah. Namun semangat
patriotismenya, jiwa pengabdian dan pengorbanannya yang sangat luhur serta
pelayanannya kepada rakyat yang sangat agung, kecintaannya kepada Bangsa dan
Tanah Airnya serta kepada kemerdekaan yang begitu besar, perlu diwariskan
kepada generasi penerus bangsa Indonesia.
Dalam upaya
melestarikan system nilai yang melandasi perjuangan Pahlawan Nasional Raja
Sisingamangaraja XII dengan menggali khasanah budaya dan system nilai masa
silam yang dikaitkan dengan keinginan membina masa depan yang lebih baik, lebih
bermutu dan lebih sempurna, maka Lembaga Sisingamangaraja XII yang didirikan
dan diketuai DR.G.M Panggabean pada tahun 1979, telah membangun monumen
Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII di kota Medan yang diresmikan oleh
Presiden Republik Indonesia Soeharto di Istana Negara dalam rangka peringatan
Hari Pahlawan 10 Nopember 1997 dan Pesta Rakyat peresmian monumen tersebut di
Medan dihadiri sekitar seratus ribu orang, dengan Pembina Upacara Menko Polkam
Jenderal TNI Maraden Panggabean. Kemudian oleh Yayasan Universitas
Sisingamangaraja XII pada tahun 1984 telah didirikan Universitas
Sisingamangaraja XII (US XII) di Medan, pada tahun 1986 Universitas
Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) di Silangit Siborong-borong Tapanuli
Utara dan pada tahun 1987 didirikan STMIK Sisingamangaraja XII di Medan.
Kesimpulan Dari Artikel Sisingamangaraja
XII ini.
Dari kisah perjuangan raja
sisingamangaraja tersebut kita sudah sepantasnya untuk meprhatikan peninggalan-peniggalan
raja sisingamangaraja terutama di daerah tanah batak, karena sudah begitu
banyak orang yang dari tanah batak yang sudah berhasil dan pantas untuk
memberikan perhatia kepadan tanah batak, tapi begitu sedikit yang ingin
membangun tanah batak, bagi kami generasi muda ini sangat membutuhkan perhatian
untuk tanah batak dari pendidikan, karena kami ingin maju seperti orang yang
sudah berhasil, trimakasih kita sudah pantas untuk mengembangkan kota kelahiran
kita dan daerah peninggalan raja sang pejuang dan nenek moyang kita yang gugur
untuk mempertahankan kota kelahiran kita, meraka ingin daerah yang mereka
perjuangkan untuk kita bangun karena itulah cita-cita meraka. Kisah perjuangan
Sisingamangaraja XII merupakan kisah patriotik yang sangat mengagumkan, dan
patut kita jadikan jadi panutan. bahwa sebuah prinsip dan tanggung jawab yang
besar, serta berpendirian yang teguh. Akan selalu menghasilkan kepuasan yang
besar. Untuk itu bagi kita para generasi muda bangsa indonesia, marilah kita
bangkitkan kembali semangat patriotisme pahlawan-pahlawan kita yang sudah gugur
dalam membela dan mempertahankan bangsa Indonesia ini.
Sumber
:
http://lapo-kita.blogspot.com/2013/07/sisingamangaraja-xii-pahlawan-nasional.html#chitika_close_button
http://www.silaban.net/2006/06/22/riwayat-singkat-raja-sisingamangaraja-xii
http://id.wikipedia.org/wiki/Sisingamangaraja_XII
0 komentar:
Posting Komentar